“Hei … apa yang sedang kamu pikirkan?”.
Aku terkejut mendengar seseorang menegurku, ku gelengkan kepala kiri-kanan sambil mencari siapa tahu ada orang yang kukenal diatas kapal ini. Belum sempat ku temukan pemilik suara itu, tiba-tiba terdengar suara yang agak pelan dan tertuju pada diriku. “Sadarlah, kamu tidak akan sanggup membalikkan keadaaan ini menjadi lebih baik. Apakah kamu akan merusak keseimbangan alam yang sudah tertata ini? Berpikir realistis lebih baik daripada meratapi pemikiran irasional dan subyektif! Ingat kamu hidup diatas kesadaran, bukan di bawah alam sadar. Tak perlulah kamu mengotak-atik keadaan sehingga angin akan memutarkan haluannya menuju dan mengikuti pikiran insan kamu. Itu tidak mungkin! Sesuatu sudah terjadi, dan sudah pantasnya kamu untuk menyesali itu semua! Semua sudah terlambat kawan …. “
“Siapa dia … kenapa dia tiba-tiba mencoba memberikan petuah-petuah kuno macam itu?” pikirku dalam hati.
Suara itu kembali terdengar dan kali ini suara itu seakan-akan terdengar semakin kencang dan dekat dengan telinga dan hati ku. “… Kawan, lihatlah keatas! Apakah kamu akan mengganggap bahwa gemerlapnya bintang-bintang itu adalah sebuah kemunafikan? Atau kamu akan menganggap bintang-bintang itu hanyalah sebagai simbol kebohongan penguasa alam raya ini?”
“Bintang-bintang adalah sebuah kenyataan. Jumlah mereka sangatlah banyak. Dan mereka tunduk pada satu aturan yang sangat universal di alam jagad raya ini. Mereka memiliki cahaya-cahaya yang akan membawa kita terhindar dari kegelapan malam. Lalu apakah kamu akan tetap menganggap bahwa itu hanyalah sebuah simbol kemunafikan dan kebohongan? Dan pada satu masa, bintang-bintang itu akan redup cahayanya dan menghilang dari pandangan kita. Tak ada cahaya yang menerangi kita di malam hari. Mata kita akan buta. Gelap gulita…. Dan ketika itu manusia tetap belum sadar akan keberadaan dirinya di alam raya ini? Mereka masih mempertahankan egoisme dan kesombongan insani”.
“Tolong hentikan petuah-petuah itu…. Dan jelaskan siapa kamu dan kenapa kamu begitu sombong dengan petuah-petuah itu ?” Tanya ku kepada suara bisikan itu.
“Hari ini saya menangisi seorang laki-laki yang tidak berdaya ditelan gelombang nurani pikiran kalap. Hati dan pikirannya kaku dan beku! Seluruh sendi badannya mengeluarkan keringat kesedihan dan kehampaan. Kakinya seakan berat untuk menelusuri jejak-jejak kebahagian. Cahaya matanya redup ditelan kegelisahan.
Private Collection
Bakauheni, 2009
Thursday, December 3, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment