Saturday, December 3, 2005

Saya dan Cinta

Tiba-tiba terdengar suara tak beraturan dari telapak sepatu olahraga orang-orang yang sedang berlari-lari di luar samping kelas ku. Sesekali terdengar suasana canda humor kecil dari orang yang berlarian itu. Mereka menggunakan pakaian olahraga putih dengan celana training berwarna biru tua mendekati ungu gelap dan bergaris strip putih dipinggirnya. Di punggung pakaian mereka tertulis nama sekolah EsEmPe ku. Mataku secara perlahan-lahan, mencoba melirik mengintip kearah suara di luar kelas ku itu. Ternyata mereka sedang berolahraga, warming up, keliling lapangan volley ball. Kebetulan ruangan kelasku agak dekat dengan lapangan volley ball, sehingga bila ada yang berolahraga, tingkah pola dan suara mereka terlihat dan terdengar dari dalam kelas. Kami tidak pernah merasa terganggu dengan suara teman-teman yang sedang berolahraga. Justru bagi saya, mereka bisa menjadi pemandangan untuk menghibur diri bila suasana sedang suntuk mendengarkan pelajaran dari guru yang sedang mengajar. Tapi hari itu ada kejadian “lucu” pada diri saya, entah bagaimana awalnya dan bilamana datangnya, tiba-tiba mata saya tertuju pada seorang wanita cantik berkulit putih dan berambut panjang sepunggung. Alis matanya tipis menghiasi matanya yang bening. Bondu-nya terselip di kepala, mengikat rambut depannya agar tidak berantakan. Rambut belakangnya diikat rapih.

“Aih…, siapa dia ya?” tanyaku dalam hati.
“Kenapa aku tiba-tiba memfokuskan mata ini kepada makhluk cantik itu?”

Pertanyaan itu begitu saja datang tiba-tiba tanpa diundang. Tangkapan mata ku secara mendadak merekam peristiwa itu dan mentransformasikannya ke hard disc kepalaku. Rupanya hard disc-ku enggan menyimpan dia sendiri berlama-lama di kepala. Dia mulai beraksi dan mentransformasikan kembali rekaman itu ke gumpalan daging kecil didalam dada ku yang di sebut hati. Ternyata hati ku bereaksi akibat transformasi data visual yang bermula ditangkap oleh mata itu dan kemudian hatiku bekerja dengan menimbulkan detakan pada jantungku. “Ada apa ini dengan diriku?” tanya ku pada hati ku. “Kenapa engkau bereaksi seperti ini?” tanyaku kembali. Tapi hati tidak menjawab, bahkan jantungku semakin cepat berdetaknya. Usiaku saat itu masih sangat muda, kira-kira 13 tahun, dan akupun tidak memiliki penyakit kelainan hati atau jantung. Tapi kenapa jantungku berdetak dengan cepat?

“Aih, mungkin aku telah terperangkap pada satu dimensi yang sebelumnya belum pernah aku alami. Tapi apa nama dimensi itu?” pikirku.

Sejak kejadian dimana jantungku berdetak itu, aku mencoba mengobatinya dengan segala daya yang kumiliki. Dan satu hal yang terbesit dalam pikiranku adalah memecahkan misteri wanita itu.

Peristiwa itu sepintas hanyalah sebuah peristiwa “kecil” yang sebenarnya tidak terlalu istimewa. Tapi akibat reaksi hati yang berlebihan, peristiwa itu telah menjadi sangat istimewa bagi manusia seperti saya yang baru saja menginjak fase remaja setelah menanggalkan pakaian putih-merah nya.

“Wkwkwkwk…. Hehehe… ternyata aku telah terperangkap pada satu dimensi yang bernama dimensi “Cinta” alias demen bin seneng!

Sebelumnya kata cinta hanya kutemukan pada syair-syair lagu, puisi ataupun judul film yang tertulis dalam bentuk nyata dan verbal. Tapi saat itu aku tidak menemukan kata cinta pada makna verbal dan nyata. Aku menemukan kata cinta dalam makna abstrak. Dan makna abstrak pada cinta cenderung lebih sulit diterjemahkan dengan akal sehat, sampai kita bisa menjadikan kata itu nyata dan terkoneksi dengan kata lainnya melalui reaksi orang lain yang kita coba untuk kita cintai. Maka kata cinta akan menjadi satu kesatuan utuh bila aksi dan reaksinya mengandung unsur positif alias nyambung.

And that is my first experience about “falling in love”. Ya, itu adalah pengalaman pertamaku dalam hal perasaan cinta. Memang, ending stories-nya tidak berakhir dengan baik, tapi setidaknya ada satu pelajaran yang bisa saya petik, bahwa cinta adalah bahasa kalbu yang sulit untuk diterjemahkan. Cinta bukan berarti memiliki, tapi cinta harus dimiliki oleh setiap manusia. Dan cinta sejati adalah hasil karya manusia dalam mengapresiasikan bahasa kalbu dan diaktualisasikan melalui perilaku kita terhadap yang kita cintai.

Sejatinya tujuan akhir dari cinta antar mahluk adalah menjadi “pengantin” pada singgasana nan indah dan damai, yang secara figuratif, keagungannya tak ternilaikan dan tak seorangpun akan sanggup menandinginya. Singgasana Arsy, itu lah nama singgana yang menjadi idaman bagi setiap muslim yang mengagungkan kata cinta dalam makna yang nyata. Alloh ta’ala telah menciptakan singgana bagi mereka yang mencintai dan ridlo terhadap Rabb-Nya dan Rabb-Nya pun ridlo untuk mencintai mahluk-Nya. Ada hubungan bersinergis positif untuk saling mencintai antara Sang Pencipta dan manusia.

Cinta dalam arti manusia dengan manusia, ternyata menyimpan banyak kemisterian yang terkadang sangat sulit untuk dipecahkan. Love is puzzle. Cinta ibarat sebuah teka-teki yang didalamnya penuh dengan warna abu-abu. Kadang bila kita salah menyusunnya, maka kita akan terjerembab ke dalam dimensi kegalauan dan berakibat pada hilangnya akal sehat manusia. Boleh jadi, pengalaman ku pertama kali ketika pikiran dan hatiku “tergugah” oleh yang namanya cinta, tubuh ini seakan-akan menciptakan satu reaksi yang mengakibatkan organ tubuh lainnya mengalami reaksi yang tidak biasa. Mulai dari mata, pikiran, hati, mulut, tangan, kaki dan lainnya. Disadari atau tidak, reaksi itu dapat menimbulkan ke abnormalan manusia bila kita tidak bisa mengendalikannya. Sifat keabnormalan itu ternyata dapat mengakibatkan hilangnya akal sehat.

Sosok yang mempesona, yang kukenal waktu EsEmPe itu ternyata selalu membekas dan sulit untuk dilihangkan dari ingatan ku. Bahkan ketika aku hijrah ke Bandung, sewaktu EsEmA pun, sosok itu masih tersimpan dengan rapih di dalam filling cabinet memori otakku. Sukar, memang sukar untuk dilupakan. Peristiwa “konyol” sewaktu EsEmPe ternyata begitu membekas. Mungkin sebagian orang menganggap bahwa aku adalah manusia “terkonyol” yang terjebak begitu lama dalam dimensi abstrak. Ya, mungkin mereka benar. Tapi kalau boleh saya ber-pledoi, bahwa manusia memiliki catatan rekaman tersendiri tentang masa lalunya. Ada beberapa kisah masa lalu yang mungkin bisa kita buang dari ingatan kita, tapi untuk peristiwa yang menurut kita istimewa, kayaknya agak sukar untuk kita lupakan.

No comments: