Sedikit cerita yang mungkin pernah pula dialami oleh sebagian orang yang mengagungkan sebuah makna "keindahan". Sebuah makna dimana tersiarnya sebuah kabar yang diterima oleh hati melalui pandangan mata dan akal akan mulai mempertimbangkan, mempertanyakan lalu mungkin menerimanya atau membantahnya. Namun kadang kala hati tetap percaya pada kabar yang diterima dan bersikukuh untuk memberitakannya. Pada tahap ini, hati telah siap menanggung akibat atas perbuatan itu.
Ibarat sebuah puisi, makna-maknanya keluar dari hati. Keindahaannya akan sirna jika dalam nafasnya disisipi akal. Karena akal mempunyai jangkauan yang terbatas dibandingkan dengan hati. Konsep keindahan yang ditawarkan hati sangatlah luas dan akal kita yang sempit ini terkadang tidak sanggup mengimbangi keluasan hati. Pada titik tertertu, manusia akan kehilangan akalnya akibat keluasan hati dan perlakuan hati pada akal. Sehingga tak heran bila kejadian-kejadian klasik dan kuno ataupun "kampungan" akan menyebabkan manusia lain akan menertawakan atau menyindir kita akibat ulah hati kita yang tak bisa diimbangi oleh akal kita.
"Cinta", ya kata inilah yang telah dikabari oleh mata pada hati. Dan "keindahan" adalah unsur kimia yang membentuk wujud raga dan bernyawa, yang kemudian aku sebut dengan nama "perempuan". Cinta dan perempuan adalah hubungan romantika yang "halal" dalam usaha kita untuk mencari pasangan hidup dan menemani kita dalam memenuhi sisa tujuan hidup kita yang belum kita raih. Pada masanya nanti kita akan menyebut sebagai sebuah episode manusia dalam memecahkan kemisterian akan "keindahan" itu.
Tidak ada perdebatan yang terselesaikan dengan "baik" selain perdebatan tentang cinta dan perempuan. Peristiwa perang Troya, telah mengilhami Homerus untuk menciptakan syair-syair cinta dan peperangan. Perdebatan cinta dan perempuan pulalah yang mengilhami dewa-dewa Yunani dengan si "Cupid" nya sebagai biang keladi kehancuran dan keharmonisan umat manusia melalui panah cintanya. Legenda Sangkuriang yang memaksakan diri untuk mencintai Dayang Sumbi, yang tak lain adalah ibunya. Dan semuanya bermuara pada masalah cinta dan perempuan.
Kabar yang diterima oleh hati telah membuat penyempitan pola kerja akal. Sehingga perdebatan tentang cinta dan perempuan seringkali tidak berujung pada kebaikan dan keikhlasan. Dan pemenang pada pertarungan hati dan akal itu adalah perempuan.
Perempuan itu laksana dunia? Demikian kalau boleh aku buat perumpamaan.
Dentingan gitar Orpheus yang telah berhasil menyalakan semangat keberanian dan irama tanpa kata pun belum sanggup untuk meluluhlantahkan hati dan perasaan perempuan. Berbagai teori telah saling membantahkan. Kapitalis, komunis, sosialis, neo liberal atau liberal konservatif ataupun paham lainnya saling membantahkan. Dan pada masanya nanti paham-paham itu akan musnah seiring dengan jaman yang akan mengalahkannya. Tapi tidak dengan "cinta" dan "perempuan". Tak ada satupun yang sanggup memecahkan kemisterian itu. And the ending stories, perempuan adalah pemenangnya.
Perempuan itu laksana dunia?
Tak ada satupun manusia yang sanggup mengenggam dan menguasai dunia dalam arti imperial. Manusia tidak mengetahui bagaimana menaklukkan dunia dalam arti tersebut di atas. Seperti halnya cinta dan perempuan, tak ada satu pun manusia yang mengetahui bagaimana cara menaklukkan hati perempuan dengan cinta. Dan tidak ada satupun paham atau aliran yang sanggup menterjemahkan bahasa hati perempuan. Tidak ada seorangpun yang sanggup memahami sabda-sabda cinta, membuka kunci rahasia cinta, menguraikan rantai-rantainya, dan tidak pula bisa membaca tanda-tanda dan kemisteriannya.
Perempuan itu laksana dunia?
"Liannahaa absathu min dzaalika kulluh, lau ta'lamuun!"
Karena sesungguhnya, perempuan itu sangat luas - dan lebih misterius - dari semua itu, jika kalian tahu !
(Terilhami oleh DR. Taufiq El Hakim - Dalam Perjamuan Cinta)
by my self : private collection
Bandung 2004
Saturday, December 3, 2005
Ghirah
Tak seperti malam-malam kemarin, kini gugusan bintang Pleiades yang terikat di konstelasi Taurus itu telah pergi entah kemana. The Seven Sister telah hilang meninggalkan langit malam alam raya. Tujuh puteri Pleione telah beranjak pergi tanpa meninggalkan selendang kebidadariannya. Tak ada lagi cahaya keindahan bintang Kartika yang terpancar dari sembilan bintang tergugus. Tak ada lagi mata telanjang yang dapat melihat nuansa bening keindahan alam raya.
Ghirah, hanya dia yang tertinggal di lubuk ini. Hanya kecemburuan insani yang masih melekat dalam pikiranku.
Aku cemburu melihat pesona keindahanmu yang tak dapat ku miliki. Aku cemburu terhadap apa yang masih tersisa antara aku dan tujuanku. Aku cemburu atas tergelincirnya aku saat aku mencoba untuk mendaki puncak gunung hati alammu. Aku cemburu atas kecantikanmu yang tertahan oleh cermin ketidakberdayaanku. Aku cemburu pada mataku ketika mataku memandangmu dengan penuh kekaguman tapi hatiku tertunduk layu tak berkembang, kuncup tak merekah bila didekatmu. Aku cemburu saat engkau memancarkan keindahan wajahmu yang tidak engkau tujukan kepada ku. Aku cemburu! Aku cemburu pada mobil hitam kecil volkwagen golf 78 yang selalu nangkring di depan rumah mu.
Dan kali ini pun aku marah atas diriku yang begitu bodoh dan pengecut untuk mengatakan betapa aku menginginkanmu ada disisiku.
Tak ada lagi yang tersisa dari aku dan tujuanku
Selain ghirah diriku pada mu dan orang didekatmu
Tak ada lagi tujuh puteri Pleione
yang menghijaukan hati
Selain ghirah diriku pada mu dan orang didekatmu
Ku bidik bintang Orion di langit timur, satu bintang pemburu yang selalu membawa pedang Hatsya-nya, dan cahayanya selalu menerawang menerangi malam.
Tapi malam ini tidak seperti biasanya. Orion yang terang itu sekarang menutup diri di balik kabut nebula gelap. Dan aku terus mencari titik ordinat yang tepat agar bidikanku tepat mengenai sasaran dan kemudian bidikanku akan memantul mengenai komet Holmes yang melintasi Orion, sehingga jiwa dan pikiranku terbawa oleh komet Holmes menuju hati Carpicorn. Aku paham benar Capricorn itu tidak pernah menanggalkan tanduknya yang dijadikan sebagai perisai diri dan jiwa. Tapi Carpicorn itu telah memancarkan sinar keindahan yang membuat dadaku sesak.
Mataku mulai mencari-cari sang komet Holmes, dengan harapan bidikanku mengena ekor komet dan komet itu akan dengan mudah membawakan amanat pikiran dan jiwaku kepadanya. Dan tanduk perisai Carpicorn itu akan tergantikan oleh perisai yang datang dari jiwa dan pikiranku. Kemudian aku bisa bangkit kembali mendapatkan sisa tujuan ku. Dan ketika kudapati sisa tujuan ku itu maka akan ku terangkan lentera hatinya pada ekuator langit sehingga orang akan tahu bahwa hatinya adalah milikku. Dan akan ku perintahkan dua ekor Canis untuk menjaganya agar tak ada seorangpun yang bisa merebut hatinya dan berpaling dariku. Tak seekor Lepus-pun yang bisa merogoh hatinya untuk meninggalkanku.
Kan ku bidik bintang orion,
Agar aku bisa bangkit
dan mendapatkan kembali sisa tujuanku
Malam semakin larut, tapi hati ini tetap saja tak bisa menyembunyikan satu perasaan yang tak biasa itu. Satu perasaan yang sukar untuk diungkapkan. Karena aku adalah manusia yang terlahir dengan sejuta keterbatasan. Boleh jadi engkau menganggap aku ini gila. Tapi sesungguhnya di dalam kegilaanku itu terselip satu kewarasan dan keinginan untuk mengungkapkan sejuta rasa perasaan yang tak biasa itu. Boleh jadi orang menganggap aku ini secuil buih di hamparan samudera yang mencoba menaklukkan gelombang laut. Tapi sesungguhnya dari secuil buih itu akan lahir gelombang-gelombang besar yang akan meraih harapan yang sebelumnya manusia-manusia lain tidak pernah mempedulikannya. Boleh jadi aku kalah oleh Volkswagen golf hitam kecil 78 yang sering nangkring di depan rumahmu, tapi sesungguhnya telah kusiapkan beribu Volkswagen Comby Jerman yang senantiasa siap menggilas Volkswagen hitam kecil itu.
Ya … Alloh
Apakah aku salah,
bila aku begitu saja mengagungkan sebuah keindahan
selain keindahan akan diri-Mu ?
dan aku selalu mengingatnya
padahal aku seharusnya mengingat-Mu ?
Tubuhku terasa tak bisa bergerak,
Seluruh nafsu amarah begitu menggusar
Membelah jiwa
menutup mata dan hati jiwaku
Ya … Alloh
Engkau ciptakan ghirah pada jiwaku
agar selalu ku jaga keseimbangan ragaku
agar selalu ku jaga pandangan mata dan hatiku
agar ku selalu terjaga dan selalu mengingat-Mu
Tapi aku adalah manusia
yang terlahir dari jutaan keterbatasan dan kesombongan,
Dan aku juga manusia
yang memiliki rasa cinta untuk memiliki kekasih hati
Dan aku adalah manusia
seperti lainnya yang memiliki perasaan hati
sehingga tak dapat menjaga kecemburuanku …
Maafkan aku …. Ya Alloh !!
by my self - private collection
Bandung, 2000
Ghirah, hanya dia yang tertinggal di lubuk ini. Hanya kecemburuan insani yang masih melekat dalam pikiranku.
Aku cemburu melihat pesona keindahanmu yang tak dapat ku miliki. Aku cemburu terhadap apa yang masih tersisa antara aku dan tujuanku. Aku cemburu atas tergelincirnya aku saat aku mencoba untuk mendaki puncak gunung hati alammu. Aku cemburu atas kecantikanmu yang tertahan oleh cermin ketidakberdayaanku. Aku cemburu pada mataku ketika mataku memandangmu dengan penuh kekaguman tapi hatiku tertunduk layu tak berkembang, kuncup tak merekah bila didekatmu. Aku cemburu saat engkau memancarkan keindahan wajahmu yang tidak engkau tujukan kepada ku. Aku cemburu! Aku cemburu pada mobil hitam kecil volkwagen golf 78 yang selalu nangkring di depan rumah mu.
Dan kali ini pun aku marah atas diriku yang begitu bodoh dan pengecut untuk mengatakan betapa aku menginginkanmu ada disisiku.
Tak ada lagi yang tersisa dari aku dan tujuanku
Selain ghirah diriku pada mu dan orang didekatmu
Tak ada lagi tujuh puteri Pleione
yang menghijaukan hati
Selain ghirah diriku pada mu dan orang didekatmu
Ku bidik bintang Orion di langit timur, satu bintang pemburu yang selalu membawa pedang Hatsya-nya, dan cahayanya selalu menerawang menerangi malam.
Tapi malam ini tidak seperti biasanya. Orion yang terang itu sekarang menutup diri di balik kabut nebula gelap. Dan aku terus mencari titik ordinat yang tepat agar bidikanku tepat mengenai sasaran dan kemudian bidikanku akan memantul mengenai komet Holmes yang melintasi Orion, sehingga jiwa dan pikiranku terbawa oleh komet Holmes menuju hati Carpicorn. Aku paham benar Capricorn itu tidak pernah menanggalkan tanduknya yang dijadikan sebagai perisai diri dan jiwa. Tapi Carpicorn itu telah memancarkan sinar keindahan yang membuat dadaku sesak.
Mataku mulai mencari-cari sang komet Holmes, dengan harapan bidikanku mengena ekor komet dan komet itu akan dengan mudah membawakan amanat pikiran dan jiwaku kepadanya. Dan tanduk perisai Carpicorn itu akan tergantikan oleh perisai yang datang dari jiwa dan pikiranku. Kemudian aku bisa bangkit kembali mendapatkan sisa tujuan ku. Dan ketika kudapati sisa tujuan ku itu maka akan ku terangkan lentera hatinya pada ekuator langit sehingga orang akan tahu bahwa hatinya adalah milikku. Dan akan ku perintahkan dua ekor Canis untuk menjaganya agar tak ada seorangpun yang bisa merebut hatinya dan berpaling dariku. Tak seekor Lepus-pun yang bisa merogoh hatinya untuk meninggalkanku.
Kan ku bidik bintang orion,
Agar aku bisa bangkit
dan mendapatkan kembali sisa tujuanku
Malam semakin larut, tapi hati ini tetap saja tak bisa menyembunyikan satu perasaan yang tak biasa itu. Satu perasaan yang sukar untuk diungkapkan. Karena aku adalah manusia yang terlahir dengan sejuta keterbatasan. Boleh jadi engkau menganggap aku ini gila. Tapi sesungguhnya di dalam kegilaanku itu terselip satu kewarasan dan keinginan untuk mengungkapkan sejuta rasa perasaan yang tak biasa itu. Boleh jadi orang menganggap aku ini secuil buih di hamparan samudera yang mencoba menaklukkan gelombang laut. Tapi sesungguhnya dari secuil buih itu akan lahir gelombang-gelombang besar yang akan meraih harapan yang sebelumnya manusia-manusia lain tidak pernah mempedulikannya. Boleh jadi aku kalah oleh Volkswagen golf hitam kecil 78 yang sering nangkring di depan rumahmu, tapi sesungguhnya telah kusiapkan beribu Volkswagen Comby Jerman yang senantiasa siap menggilas Volkswagen hitam kecil itu.
Ya … Alloh
Apakah aku salah,
bila aku begitu saja mengagungkan sebuah keindahan
selain keindahan akan diri-Mu ?
dan aku selalu mengingatnya
padahal aku seharusnya mengingat-Mu ?
Tubuhku terasa tak bisa bergerak,
Seluruh nafsu amarah begitu menggusar
Membelah jiwa
menutup mata dan hati jiwaku
Ya … Alloh
Engkau ciptakan ghirah pada jiwaku
agar selalu ku jaga keseimbangan ragaku
agar selalu ku jaga pandangan mata dan hatiku
agar ku selalu terjaga dan selalu mengingat-Mu
Tapi aku adalah manusia
yang terlahir dari jutaan keterbatasan dan kesombongan,
Dan aku juga manusia
yang memiliki rasa cinta untuk memiliki kekasih hati
Dan aku adalah manusia
seperti lainnya yang memiliki perasaan hati
sehingga tak dapat menjaga kecemburuanku …
Maafkan aku …. Ya Alloh !!
by my self - private collection
Bandung, 2000
Saya dan Cinta
Tiba-tiba terdengar suara tak beraturan dari telapak sepatu olahraga orang-orang yang sedang berlari-lari di luar samping kelas ku. Sesekali terdengar suasana canda humor kecil dari orang yang berlarian itu. Mereka menggunakan pakaian olahraga putih dengan celana training berwarna biru tua mendekati ungu gelap dan bergaris strip putih dipinggirnya. Di punggung pakaian mereka tertulis nama sekolah EsEmPe ku. Mataku secara perlahan-lahan, mencoba melirik mengintip kearah suara di luar kelas ku itu. Ternyata mereka sedang berolahraga, warming up, keliling lapangan volley ball. Kebetulan ruangan kelasku agak dekat dengan lapangan volley ball, sehingga bila ada yang berolahraga, tingkah pola dan suara mereka terlihat dan terdengar dari dalam kelas. Kami tidak pernah merasa terganggu dengan suara teman-teman yang sedang berolahraga. Justru bagi saya, mereka bisa menjadi pemandangan untuk menghibur diri bila suasana sedang suntuk mendengarkan pelajaran dari guru yang sedang mengajar. Tapi hari itu ada kejadian “lucu” pada diri saya, entah bagaimana awalnya dan bilamana datangnya, tiba-tiba mata saya tertuju pada seorang wanita cantik berkulit putih dan berambut panjang sepunggung. Alis matanya tipis menghiasi matanya yang bening. Bondu-nya terselip di kepala, mengikat rambut depannya agar tidak berantakan. Rambut belakangnya diikat rapih.
“Aih…, siapa dia ya?” tanyaku dalam hati.
“Kenapa aku tiba-tiba memfokuskan mata ini kepada makhluk cantik itu?”
Pertanyaan itu begitu saja datang tiba-tiba tanpa diundang. Tangkapan mata ku secara mendadak merekam peristiwa itu dan mentransformasikannya ke hard disc kepalaku. Rupanya hard disc-ku enggan menyimpan dia sendiri berlama-lama di kepala. Dia mulai beraksi dan mentransformasikan kembali rekaman itu ke gumpalan daging kecil didalam dada ku yang di sebut hati. Ternyata hati ku bereaksi akibat transformasi data visual yang bermula ditangkap oleh mata itu dan kemudian hatiku bekerja dengan menimbulkan detakan pada jantungku. “Ada apa ini dengan diriku?” tanya ku pada hati ku. “Kenapa engkau bereaksi seperti ini?” tanyaku kembali. Tapi hati tidak menjawab, bahkan jantungku semakin cepat berdetaknya. Usiaku saat itu masih sangat muda, kira-kira 13 tahun, dan akupun tidak memiliki penyakit kelainan hati atau jantung. Tapi kenapa jantungku berdetak dengan cepat?
“Aih, mungkin aku telah terperangkap pada satu dimensi yang sebelumnya belum pernah aku alami. Tapi apa nama dimensi itu?” pikirku.
Sejak kejadian dimana jantungku berdetak itu, aku mencoba mengobatinya dengan segala daya yang kumiliki. Dan satu hal yang terbesit dalam pikiranku adalah memecahkan misteri wanita itu.
Peristiwa itu sepintas hanyalah sebuah peristiwa “kecil” yang sebenarnya tidak terlalu istimewa. Tapi akibat reaksi hati yang berlebihan, peristiwa itu telah menjadi sangat istimewa bagi manusia seperti saya yang baru saja menginjak fase remaja setelah menanggalkan pakaian putih-merah nya.
“Wkwkwkwk…. Hehehe… ternyata aku telah terperangkap pada satu dimensi yang bernama dimensi “Cinta” alias demen bin seneng!
Sebelumnya kata cinta hanya kutemukan pada syair-syair lagu, puisi ataupun judul film yang tertulis dalam bentuk nyata dan verbal. Tapi saat itu aku tidak menemukan kata cinta pada makna verbal dan nyata. Aku menemukan kata cinta dalam makna abstrak. Dan makna abstrak pada cinta cenderung lebih sulit diterjemahkan dengan akal sehat, sampai kita bisa menjadikan kata itu nyata dan terkoneksi dengan kata lainnya melalui reaksi orang lain yang kita coba untuk kita cintai. Maka kata cinta akan menjadi satu kesatuan utuh bila aksi dan reaksinya mengandung unsur positif alias nyambung.
And that is my first experience about “falling in love”. Ya, itu adalah pengalaman pertamaku dalam hal perasaan cinta. Memang, ending stories-nya tidak berakhir dengan baik, tapi setidaknya ada satu pelajaran yang bisa saya petik, bahwa cinta adalah bahasa kalbu yang sulit untuk diterjemahkan. Cinta bukan berarti memiliki, tapi cinta harus dimiliki oleh setiap manusia. Dan cinta sejati adalah hasil karya manusia dalam mengapresiasikan bahasa kalbu dan diaktualisasikan melalui perilaku kita terhadap yang kita cintai.
Sejatinya tujuan akhir dari cinta antar mahluk adalah menjadi “pengantin” pada singgasana nan indah dan damai, yang secara figuratif, keagungannya tak ternilaikan dan tak seorangpun akan sanggup menandinginya. Singgasana Arsy, itu lah nama singgana yang menjadi idaman bagi setiap muslim yang mengagungkan kata cinta dalam makna yang nyata. Alloh ta’ala telah menciptakan singgana bagi mereka yang mencintai dan ridlo terhadap Rabb-Nya dan Rabb-Nya pun ridlo untuk mencintai mahluk-Nya. Ada hubungan bersinergis positif untuk saling mencintai antara Sang Pencipta dan manusia.
Cinta dalam arti manusia dengan manusia, ternyata menyimpan banyak kemisterian yang terkadang sangat sulit untuk dipecahkan. Love is puzzle. Cinta ibarat sebuah teka-teki yang didalamnya penuh dengan warna abu-abu. Kadang bila kita salah menyusunnya, maka kita akan terjerembab ke dalam dimensi kegalauan dan berakibat pada hilangnya akal sehat manusia. Boleh jadi, pengalaman ku pertama kali ketika pikiran dan hatiku “tergugah” oleh yang namanya cinta, tubuh ini seakan-akan menciptakan satu reaksi yang mengakibatkan organ tubuh lainnya mengalami reaksi yang tidak biasa. Mulai dari mata, pikiran, hati, mulut, tangan, kaki dan lainnya. Disadari atau tidak, reaksi itu dapat menimbulkan ke abnormalan manusia bila kita tidak bisa mengendalikannya. Sifat keabnormalan itu ternyata dapat mengakibatkan hilangnya akal sehat.
Sosok yang mempesona, yang kukenal waktu EsEmPe itu ternyata selalu membekas dan sulit untuk dilihangkan dari ingatan ku. Bahkan ketika aku hijrah ke Bandung, sewaktu EsEmA pun, sosok itu masih tersimpan dengan rapih di dalam filling cabinet memori otakku. Sukar, memang sukar untuk dilupakan. Peristiwa “konyol” sewaktu EsEmPe ternyata begitu membekas. Mungkin sebagian orang menganggap bahwa aku adalah manusia “terkonyol” yang terjebak begitu lama dalam dimensi abstrak. Ya, mungkin mereka benar. Tapi kalau boleh saya ber-pledoi, bahwa manusia memiliki catatan rekaman tersendiri tentang masa lalunya. Ada beberapa kisah masa lalu yang mungkin bisa kita buang dari ingatan kita, tapi untuk peristiwa yang menurut kita istimewa, kayaknya agak sukar untuk kita lupakan.
“Aih…, siapa dia ya?” tanyaku dalam hati.
“Kenapa aku tiba-tiba memfokuskan mata ini kepada makhluk cantik itu?”
Pertanyaan itu begitu saja datang tiba-tiba tanpa diundang. Tangkapan mata ku secara mendadak merekam peristiwa itu dan mentransformasikannya ke hard disc kepalaku. Rupanya hard disc-ku enggan menyimpan dia sendiri berlama-lama di kepala. Dia mulai beraksi dan mentransformasikan kembali rekaman itu ke gumpalan daging kecil didalam dada ku yang di sebut hati. Ternyata hati ku bereaksi akibat transformasi data visual yang bermula ditangkap oleh mata itu dan kemudian hatiku bekerja dengan menimbulkan detakan pada jantungku. “Ada apa ini dengan diriku?” tanya ku pada hati ku. “Kenapa engkau bereaksi seperti ini?” tanyaku kembali. Tapi hati tidak menjawab, bahkan jantungku semakin cepat berdetaknya. Usiaku saat itu masih sangat muda, kira-kira 13 tahun, dan akupun tidak memiliki penyakit kelainan hati atau jantung. Tapi kenapa jantungku berdetak dengan cepat?
“Aih, mungkin aku telah terperangkap pada satu dimensi yang sebelumnya belum pernah aku alami. Tapi apa nama dimensi itu?” pikirku.
Sejak kejadian dimana jantungku berdetak itu, aku mencoba mengobatinya dengan segala daya yang kumiliki. Dan satu hal yang terbesit dalam pikiranku adalah memecahkan misteri wanita itu.
Peristiwa itu sepintas hanyalah sebuah peristiwa “kecil” yang sebenarnya tidak terlalu istimewa. Tapi akibat reaksi hati yang berlebihan, peristiwa itu telah menjadi sangat istimewa bagi manusia seperti saya yang baru saja menginjak fase remaja setelah menanggalkan pakaian putih-merah nya.
“Wkwkwkwk…. Hehehe… ternyata aku telah terperangkap pada satu dimensi yang bernama dimensi “Cinta” alias demen bin seneng!
Sebelumnya kata cinta hanya kutemukan pada syair-syair lagu, puisi ataupun judul film yang tertulis dalam bentuk nyata dan verbal. Tapi saat itu aku tidak menemukan kata cinta pada makna verbal dan nyata. Aku menemukan kata cinta dalam makna abstrak. Dan makna abstrak pada cinta cenderung lebih sulit diterjemahkan dengan akal sehat, sampai kita bisa menjadikan kata itu nyata dan terkoneksi dengan kata lainnya melalui reaksi orang lain yang kita coba untuk kita cintai. Maka kata cinta akan menjadi satu kesatuan utuh bila aksi dan reaksinya mengandung unsur positif alias nyambung.
And that is my first experience about “falling in love”. Ya, itu adalah pengalaman pertamaku dalam hal perasaan cinta. Memang, ending stories-nya tidak berakhir dengan baik, tapi setidaknya ada satu pelajaran yang bisa saya petik, bahwa cinta adalah bahasa kalbu yang sulit untuk diterjemahkan. Cinta bukan berarti memiliki, tapi cinta harus dimiliki oleh setiap manusia. Dan cinta sejati adalah hasil karya manusia dalam mengapresiasikan bahasa kalbu dan diaktualisasikan melalui perilaku kita terhadap yang kita cintai.
Sejatinya tujuan akhir dari cinta antar mahluk adalah menjadi “pengantin” pada singgasana nan indah dan damai, yang secara figuratif, keagungannya tak ternilaikan dan tak seorangpun akan sanggup menandinginya. Singgasana Arsy, itu lah nama singgana yang menjadi idaman bagi setiap muslim yang mengagungkan kata cinta dalam makna yang nyata. Alloh ta’ala telah menciptakan singgana bagi mereka yang mencintai dan ridlo terhadap Rabb-Nya dan Rabb-Nya pun ridlo untuk mencintai mahluk-Nya. Ada hubungan bersinergis positif untuk saling mencintai antara Sang Pencipta dan manusia.
Cinta dalam arti manusia dengan manusia, ternyata menyimpan banyak kemisterian yang terkadang sangat sulit untuk dipecahkan. Love is puzzle. Cinta ibarat sebuah teka-teki yang didalamnya penuh dengan warna abu-abu. Kadang bila kita salah menyusunnya, maka kita akan terjerembab ke dalam dimensi kegalauan dan berakibat pada hilangnya akal sehat manusia. Boleh jadi, pengalaman ku pertama kali ketika pikiran dan hatiku “tergugah” oleh yang namanya cinta, tubuh ini seakan-akan menciptakan satu reaksi yang mengakibatkan organ tubuh lainnya mengalami reaksi yang tidak biasa. Mulai dari mata, pikiran, hati, mulut, tangan, kaki dan lainnya. Disadari atau tidak, reaksi itu dapat menimbulkan ke abnormalan manusia bila kita tidak bisa mengendalikannya. Sifat keabnormalan itu ternyata dapat mengakibatkan hilangnya akal sehat.
Sosok yang mempesona, yang kukenal waktu EsEmPe itu ternyata selalu membekas dan sulit untuk dilihangkan dari ingatan ku. Bahkan ketika aku hijrah ke Bandung, sewaktu EsEmA pun, sosok itu masih tersimpan dengan rapih di dalam filling cabinet memori otakku. Sukar, memang sukar untuk dilupakan. Peristiwa “konyol” sewaktu EsEmPe ternyata begitu membekas. Mungkin sebagian orang menganggap bahwa aku adalah manusia “terkonyol” yang terjebak begitu lama dalam dimensi abstrak. Ya, mungkin mereka benar. Tapi kalau boleh saya ber-pledoi, bahwa manusia memiliki catatan rekaman tersendiri tentang masa lalunya. Ada beberapa kisah masa lalu yang mungkin bisa kita buang dari ingatan kita, tapi untuk peristiwa yang menurut kita istimewa, kayaknya agak sukar untuk kita lupakan.
Saturday, March 26, 2005
Dalam Catatan Kaki - Inilah Aku (3)
Impian untuk memiliki presiden yang merepresentasikan kekuatan Islam Indonesia adalah satu cita-cita yang sangat saya dambakan. Islam dalam perkembangannya di Indonesia selalu termajinalkan oleh kekuatan sekuler nasionalis. Sejarah mencatat sejak Indonesia merdeka hingga kini, gerakan berbasis Islam tidak pernah diakomodir secara nyata. Mungkin ini yang menjadi alasan mengapa muncul gerakan perlawanan DI/TII oleh Kartosuwiryo, Kahar Muzakar dan Daud Beureuh di daerah nusantara pada dekade 10 tahun paska Indonesia merdeka. Dalam analogi saya yang sederhana, bila kekuatan berbasis Islam diakomodir secara nyata dalam sistem pemerintahan, mungkin saja tidak akan ada gerakan perlawanan dari Kartosuwiryo dan teman-teman. Ya.. dalam persepsi saya waktu itu, runtuhnya basis negara kita karena sistem kita yang sangat materialisme dan sekuler. Asas tunggal (Pancasila) telah “membungkam” lidah dan mata kita dalam memandang ideologi. Ekonomi kita hancur lebur oleh paham kapitalis dunia barat. Siklus riba tak tertahankan. Dan pada saatnya nanti, negara kita akan “terjual” dan kita akan “tergadaikan”. Solusi parti adalah pembentukan negara madani dengan syarat-syarat yang pernah saya ungkapkan.
Amien Rais, mungkin saat itu adalah pilihan yang cukup rasional dibanding dengan tokoh-tokoh reformasi lainnya. Bisa saja pilihan saya “disalahkan” oleh pihak lain, tapi setidaknya kapasitas dan intelektual beliau dalam pemahaman Islam dan politik serta keterwakilan kekuatan Islam bisa menyatu di bawah beliau. Intinya, dari pemahaman yang saya ikuti dari pemikiran dan langkah beliau, perubahan sistem dengan pembentukan masyarakat madani hampir sama dengan pemikiran saya. Dan apa yang tertuang di landasan pikiran Partai Amanat Nasional sangat sejalan 90% dengan pemikiran saya. Hanya satu yang tidak sejalan, yaitu sistem pemerintahan berdasarkan syariat Islam.
Keputusanku untuk masuk dalam politik praktis tentulah memiliki konsekuensi. Besarnya gesekan politik tak bisa dihindari. Munculnya kaukus-kaukus dalam partai tidak bisa dielakkan. Ada dua kekuatan yang muncul di tubuh partai PAN di kota Bandung, yang saya rasa, kekuatan itupun muncul di daerah-daerah lain. Kekuatan Muhammadiyah dan non Muhammadiyah. Disinipun saya harus bisa menempatkan dimana saya harus merapat secara politik. Banyak orang menganggap saya bagian dari kaukus Muhammadiyah, karena kedekatan saya dengan orang-orang Muhammadiyah di tubuh partai. Padahal pendapat mereka keliru, bagi saya politik bukanlah abu-abu, tapi hitam atau putih. Bila kita mengedepankan Islam sebagai dasar pemikiran politik kita, maka tidak ada tawar-menawar untuk suatu kasus atau pilihan politik. Bagi saya, selama itu benar secara syariat, maka itulah pilihan saya. Seperti kita dihadapkan pada pilihan, politik untuk dakwah atau dakwah untuk politik. Namun yang pasti dakwah adalah mengajak pada kebenaran. Dan kebenaran yang hakiki bersumber dari Alloh swt melalui firman-firman-Nya kepada Rosul-Nya serta tidak ada unsur abu-abu didalamnya. Manusia wajib taat kepada firman dan aturan-aturan yang hakiki tersebut. Tapi tidak demikian dengan politik. Bentuk toleransi yang masih bisa saya pahami tentang politik adalah sebagai salah ijtihad kita dalam memperjuangkan kebenaran yang hakiki selama tidak keluar dari jalur syariat.
Takdir tak bisa dielakkan. Kekuatan sekuler nasionalis masih terlalu besar, seakan-akan “Islam” tidak laku dikalangan kaum muslimin Indonesia. Dan Partai Amanat Nasional “gagal” dalam pencapaian target suara nasional. Peluang Amien Rais pun “gagal” untuk menjadi orang nomer satu di Indonesia.

Keputusanku untuk masuk dalam politik praktis tentulah memiliki konsekuensi. Besarnya gesekan politik tak bisa dihindari. Munculnya kaukus-kaukus dalam partai tidak bisa dielakkan. Ada dua kekuatan yang muncul di tubuh partai PAN di kota Bandung, yang saya rasa, kekuatan itupun muncul di daerah-daerah lain. Kekuatan Muhammadiyah dan non Muhammadiyah. Disinipun saya harus bisa menempatkan dimana saya harus merapat secara politik. Banyak orang menganggap saya bagian dari kaukus Muhammadiyah, karena kedekatan saya dengan orang-orang Muhammadiyah di tubuh partai. Padahal pendapat mereka keliru, bagi saya politik bukanlah abu-abu, tapi hitam atau putih. Bila kita mengedepankan Islam sebagai dasar pemikiran politik kita, maka tidak ada tawar-menawar untuk suatu kasus atau pilihan politik. Bagi saya, selama itu benar secara syariat, maka itulah pilihan saya. Seperti kita dihadapkan pada pilihan, politik untuk dakwah atau dakwah untuk politik. Namun yang pasti dakwah adalah mengajak pada kebenaran. Dan kebenaran yang hakiki bersumber dari Alloh swt melalui firman-firman-Nya kepada Rosul-Nya serta tidak ada unsur abu-abu didalamnya. Manusia wajib taat kepada firman dan aturan-aturan yang hakiki tersebut. Tapi tidak demikian dengan politik. Bentuk toleransi yang masih bisa saya pahami tentang politik adalah sebagai salah ijtihad kita dalam memperjuangkan kebenaran yang hakiki selama tidak keluar dari jalur syariat.
Takdir tak bisa dielakkan. Kekuatan sekuler nasionalis masih terlalu besar, seakan-akan “Islam” tidak laku dikalangan kaum muslimin Indonesia. Dan Partai Amanat Nasional “gagal” dalam pencapaian target suara nasional. Peluang Amien Rais pun “gagal” untuk menjadi orang nomer satu di Indonesia.
Friday, March 25, 2005
Dalam Catatan Kaki - Inilah Aku (2)

Pemikiran Moh. Natsir tentang negara adalah bahwa sumber otorisasi kekuasaan dan legitimasi adalah Alloh SWT dan manusia sebagai khalifah mempunyai tugas melaksanakan dan menegakkan perintah dari pemegang kedaulatan. Inilah yang sedikit banyak mempengaruhi sentimen sosial dan langkah politik yang ada dalam diri saya. Dari Moh Natsir inilah saya mulai mengenal pemikiran dai intelektual A. Hassan (semoga Alloh memberikan rahmat dengan menempatkan engkau di sisi yang paling mulia di sisi Alloh SWT. Amiin.) dari buku-bukunya yang mengupas tentang banyaknya praktek bid’ah di masyarakat Indonesia. Penemuan jati diri saya mulai berproses pada penemuan secara religi. Pada akhir tahun 1997 inilah ada dua inspirator yang hinggap di hati saya. Pertama, Moh Natsir dengan pemikiran politik Islamnya. Kedua A. Hassan, dengan tulisan-tulisan syiarnya tentang Islam.
Jatuhnya rezim Soeharto melalui gerakan mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya, telah menciptakan satu tatanan politik baru. Gerakan-gerakan himpunan mahasiwa dan masyarakat mulai bermunculan, demikian juga dengan partai politik.
Inilah momen bagi saya untuk mengaktualisasikan pemikiran saya, yang saat itu sangat dipengaruhi oleh pemikiran Moh Natsir dan Amien Rais. Bahkan saking semangatnya saya untuk mengaktualisasikan pemikiran saya, perkuliahan pun menjadi sedikit mandek. There is something wrong in this country, dan saya harus mencoba untuk membenahi ini melalui jalur politik praktis. Satu motto yang coba saya pertahankan hingga saat ini adalah pembentukan masyarakat madani harus didasari atas sistem pemerintahan yang Islami bukan sekuler. Dan untuk mewujudkan pemerintahan yang Islami, maka kepala pemerintahan (presiden) nya bukan hanya yang beragama Islam tapi juga mengerti dan memahami hakikat Islam. Negara Islam bukanlah sesuatu yang wajib, tapi pemerintahan yang berdasarkan pada sistem ke-Islaman adalah keharusan dan harga mati. Bagi saya, hanya orang yang munafik, yang mengaku Islam tapi menolak sistem Islam. Dan perlu dipahami bahwa gerakan sekuler tidak pernah sejalan dengan bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.

Thursday, March 24, 2005
Dalam Catatan Kaki - Inilah Aku (1)
Terlahir dari pasangan berdarah sunda Mohamad Isis bin mukhlis iskandar bin kiyai hasan mustapa bin kiyai murhasim (haji muhamad ishak) bin mas kiyai muidah bin mas kiyai muhammad barmawi dengan Euis Aryati binti endik sutisna. Adam Mulya demikian mereka memberi nama untuk ku. Nama yang baik sebagai tanda perwujudan doa dan penganugerahan kemuliaan kepada nabi Adam as. Dilahirkan di desa Soroako (Sulawesi) tanggal 15 Oktober 1976 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. (Yogi Ahmad Erlangga dan Ira Larasati).
Masa kecilku (esde) ku habiskan di SD Jatiwaringin II Pondok Gede. Kenangan terindah yang masih melekat adalah keaktifan di ke-Pramuka-an.. Bahkan sempat di kirim mewakili sekolah, untuk mengikuti kegiatan Persami (Perkemahan Sabtu Minggu) di salah satu SMP di sekitar daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. Lulus tahun 1989, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 157 Jakarta Timur. Boleh jadi, kejadian yang tidak terlupakan adalah, sebagai manusia yang pada waktu itu mencoba “mendobrak” jiwa kanak-kanak menuju fase remaja, sebuah fase tahap pertama dalam proses pendewasaan. Kejadian “lucu” itu adalah munculnya perasaan “seneng”. Ya, perasaan "seneng" mulai muncul pertama kali pada seorang lawan jenis berambut panjang lurus semampai, yang menurut saya, dia begitu indah di pandang dan begitu anggun untuk di hayati. Sayang, justru pada fase itu, “Dewa Cupid” tidak berpihak. Tidak seperti teman-teman saya lainnya, rasa "seneng" ku ini bertepuk sebelah tangan. Doa saya buat dia, semoga Alloh memberikannya (dimanapun dia berada) kesejahteraan dan keselamatan dunia dan akhirat, diteguhkan hatinya dan dikuatkan imannya agar selalu bersujud dan memohon ampun pada Sang Pemilik Cinta Sejati, Alloh Tabarakta wa ta’ala.
Walaupun bertepuk sebelah tangan, setidaknya ada satu pelajaran darinya tentang arti sesungguhnya dalam memaknai cinta dan kasih sayang. Sampai dengan lulus SMP tahun 1992, statusku tetap sebagai seorang penyendiri.
Selanjutnya episode ku berlanjut pada keputusanku untuk hijrah dari Jakarta ke Bandung, setelah mengeyam pendidikan di SMA 48 Jakarta selama satu setengah tahun ke SMA 1 Bandung, boleh jadi keputusan yang tepat. Bandung ternyata kota yang menurut saya “sangat tepat” dalam membangun karakter kedewasaan manusia. Lingkungan yang dinamis membuat saya bisa melupakan sementara lantunan langgam metropolitan yang sebelumnya selalu ku banggakan sebagai anak kosmo walaupun tinggal di pinggiran ibu kota. Bagaimana tidak, hijrah saya tahun 1993, telah memberi saya banyak arti dalam perjalanan hidup saya.
Tahun 1995, saya mulai kuliah di Universitas Pasundan Bandung dengan mengambil jurusan Akuntansi. Sebagai mahasiswa baru, tentulah cara pandang dan pikiran masih diwarnai dengan nuansa seragam abu-abu alias “es-em-a”. Dalam “berdiskusi”pun masih seputar “materialistis” anak remaja. Dalam satu kesempatan, HMR (Himpunan Mahasiswa Revolusioner), salah satu organisasi hamasiswa kampus, mengadakan aksi demonstrasi pengecaman terhadap penindasan penggusuran oleh pemerintah daerah terhadap marsyarakat Cibeureum. Aksi turun kejalan pun terjadi. Demonstrasi yang jumlahnya tidak lebih 100 orang itu pun ternyata memberikan satu pelajaran yang sangat mendalam bagi saya. Muncul satu pertanyaan dalam diri dan pikiran, “what’s going on in this country?”. Dari sinilah ingatan saya mulai terusik atas kejadian tahun 1993, demonstrasi yang terdiri dari para penganut agama dan sosial, mengecam dan menuntut penutupan dan pembubaran SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) yang sangat kental dengan praktek perjudian di masyarakat Indonesia pada waktu itu.
Ada dua fakta sejarah yang dirasakan pada waktu itu. Pertama, gerakan aksi penindasan terhadap warga Cibeureum dan gerakan penolakan dan pembubaran SDSB. Secara prinsip, kedua gerakan itu memiliki tujuan aksi “sosial politik” yang berbeda, tapi memiliki satu alasan yang sama, bahwa mereka berusaha mengkoreksi sistem yang tercipta dan diciptakan hanya untuk kepentingan kaum materialistis dan penguasa. Inilah yang memicu andrenalin indera sosial saya terhadap lingkungan di sekitar. Ternyata, kita miskin karena sistem diciptakan oleh para penguasa negeri agar kita tetap miskin dan mereka yang mengklaim diri sebagai pengatur negara akan terus bertambah kaya. Dan anggapan saya waktu itu bahwa ada satu masalah besar dalam negeri ini, dan itu harus dikoreksi.
Ibarat api, pasti ada penyulutnya. Seperti halnya dengan indera sosial saya, kedua peristiwa itu telah menjadi penyulut indera hati, mata dan pikiran saya dalam melihat kondisi bangsa dan negara ini. Ketika itu banyak pendapat para pemikir (cendikia) yang ter-marjinalkan oleh sistem seperti Amien Rais (Ketua Umum Muhammadiyah, pada waktu itu) atau aktivis kampus lainnya menganggap bahwa perlu dilakukan sebuah gerakan “radikal” dalam membenahi bangsa ini. Maka tergulirlah kata “suksesi” untuk me-reform kembali tatanan kehidupan politik dan sistem pemerintahan. Gerakan ini semakin lama semakin meluas seiring dengan runtuhnya tatanan ekonomi Indonesia, dikenal krisis moneter, sekitar akhir tahun 1997 dan penolakan dalam skala menengah di tengah masyarakat terhadap hasil Pemilu 1997 dengan terpilihnya kembali Soeharto.
Gerakan mahasiswa dan aktivis kampus yang selama ini di depolitisasi oleh pemerintah rezim Soeharto, seakan-akan berubah menjadi satu kekuatan dalam satu pikiran dan satu langkah menuntut reformasi di segala bidang dan menuntut Soeharto untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Mahasiswa yang selama ini seperti yang sedang tidur panjang, mungkin sedang meratapi “kekalahan” gerakan massa pada tahun 1977, menjadi klimaks dengan menciptakan sebuah tatanan struktural politik baru pada sistem kepolitikan kita. Adalah tahun 1998, sebagai puncak kekuatan “politik mahasiswa” nasional dengan ditandai oleh runtuhnya kekuasaan Soeharto.
Masa kecilku (esde) ku habiskan di SD Jatiwaringin II Pondok Gede. Kenangan terindah yang masih melekat adalah keaktifan di ke-Pramuka-an.. Bahkan sempat di kirim mewakili sekolah, untuk mengikuti kegiatan Persami (Perkemahan Sabtu Minggu) di salah satu SMP di sekitar daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. Lulus tahun 1989, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 157 Jakarta Timur. Boleh jadi, kejadian yang tidak terlupakan adalah, sebagai manusia yang pada waktu itu mencoba “mendobrak” jiwa kanak-kanak menuju fase remaja, sebuah fase tahap pertama dalam proses pendewasaan. Kejadian “lucu” itu adalah munculnya perasaan “seneng”. Ya, perasaan "seneng" mulai muncul pertama kali pada seorang lawan jenis berambut panjang lurus semampai, yang menurut saya, dia begitu indah di pandang dan begitu anggun untuk di hayati. Sayang, justru pada fase itu, “Dewa Cupid” tidak berpihak. Tidak seperti teman-teman saya lainnya, rasa "seneng" ku ini bertepuk sebelah tangan. Doa saya buat dia, semoga Alloh memberikannya (dimanapun dia berada) kesejahteraan dan keselamatan dunia dan akhirat, diteguhkan hatinya dan dikuatkan imannya agar selalu bersujud dan memohon ampun pada Sang Pemilik Cinta Sejati, Alloh Tabarakta wa ta’ala.
Walaupun bertepuk sebelah tangan, setidaknya ada satu pelajaran darinya tentang arti sesungguhnya dalam memaknai cinta dan kasih sayang. Sampai dengan lulus SMP tahun 1992, statusku tetap sebagai seorang penyendiri.
Selanjutnya episode ku berlanjut pada keputusanku untuk hijrah dari Jakarta ke Bandung, setelah mengeyam pendidikan di SMA 48 Jakarta selama satu setengah tahun ke SMA 1 Bandung, boleh jadi keputusan yang tepat. Bandung ternyata kota yang menurut saya “sangat tepat” dalam membangun karakter kedewasaan manusia. Lingkungan yang dinamis membuat saya bisa melupakan sementara lantunan langgam metropolitan yang sebelumnya selalu ku banggakan sebagai anak kosmo walaupun tinggal di pinggiran ibu kota. Bagaimana tidak, hijrah saya tahun 1993, telah memberi saya banyak arti dalam perjalanan hidup saya.
Tahun 1995, saya mulai kuliah di Universitas Pasundan Bandung dengan mengambil jurusan Akuntansi. Sebagai mahasiswa baru, tentulah cara pandang dan pikiran masih diwarnai dengan nuansa seragam abu-abu alias “es-em-a”. Dalam “berdiskusi”pun masih seputar “materialistis” anak remaja. Dalam satu kesempatan, HMR (Himpunan Mahasiswa Revolusioner), salah satu organisasi hamasiswa kampus, mengadakan aksi demonstrasi pengecaman terhadap penindasan penggusuran oleh pemerintah daerah terhadap marsyarakat Cibeureum. Aksi turun kejalan pun terjadi. Demonstrasi yang jumlahnya tidak lebih 100 orang itu pun ternyata memberikan satu pelajaran yang sangat mendalam bagi saya. Muncul satu pertanyaan dalam diri dan pikiran, “what’s going on in this country?”. Dari sinilah ingatan saya mulai terusik atas kejadian tahun 1993, demonstrasi yang terdiri dari para penganut agama dan sosial, mengecam dan menuntut penutupan dan pembubaran SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) yang sangat kental dengan praktek perjudian di masyarakat Indonesia pada waktu itu.
Ada dua fakta sejarah yang dirasakan pada waktu itu. Pertama, gerakan aksi penindasan terhadap warga Cibeureum dan gerakan penolakan dan pembubaran SDSB. Secara prinsip, kedua gerakan itu memiliki tujuan aksi “sosial politik” yang berbeda, tapi memiliki satu alasan yang sama, bahwa mereka berusaha mengkoreksi sistem yang tercipta dan diciptakan hanya untuk kepentingan kaum materialistis dan penguasa. Inilah yang memicu andrenalin indera sosial saya terhadap lingkungan di sekitar. Ternyata, kita miskin karena sistem diciptakan oleh para penguasa negeri agar kita tetap miskin dan mereka yang mengklaim diri sebagai pengatur negara akan terus bertambah kaya. Dan anggapan saya waktu itu bahwa ada satu masalah besar dalam negeri ini, dan itu harus dikoreksi.
Ibarat api, pasti ada penyulutnya. Seperti halnya dengan indera sosial saya, kedua peristiwa itu telah menjadi penyulut indera hati, mata dan pikiran saya dalam melihat kondisi bangsa dan negara ini. Ketika itu banyak pendapat para pemikir (cendikia) yang ter-marjinalkan oleh sistem seperti Amien Rais (Ketua Umum Muhammadiyah, pada waktu itu) atau aktivis kampus lainnya menganggap bahwa perlu dilakukan sebuah gerakan “radikal” dalam membenahi bangsa ini. Maka tergulirlah kata “suksesi” untuk me-reform kembali tatanan kehidupan politik dan sistem pemerintahan. Gerakan ini semakin lama semakin meluas seiring dengan runtuhnya tatanan ekonomi Indonesia, dikenal krisis moneter, sekitar akhir tahun 1997 dan penolakan dalam skala menengah di tengah masyarakat terhadap hasil Pemilu 1997 dengan terpilihnya kembali Soeharto.
Gerakan mahasiswa dan aktivis kampus yang selama ini di depolitisasi oleh pemerintah rezim Soeharto, seakan-akan berubah menjadi satu kekuatan dalam satu pikiran dan satu langkah menuntut reformasi di segala bidang dan menuntut Soeharto untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Mahasiswa yang selama ini seperti yang sedang tidur panjang, mungkin sedang meratapi “kekalahan” gerakan massa pada tahun 1977, menjadi klimaks dengan menciptakan sebuah tatanan struktural politik baru pada sistem kepolitikan kita. Adalah tahun 1998, sebagai puncak kekuatan “politik mahasiswa” nasional dengan ditandai oleh runtuhnya kekuasaan Soeharto.
Subscribe to:
Posts (Atom)